-->

Aku Belajar dari Pengantin Baru

Musim Hujan adalah waktunya yang tepat untuk Kawin - Kabron, 25 tahun
Gedung aula PTPN V, sebenarnya sering kali sudah aku ke mari, tapi biasanya cuma untuk mengambil uang di atm Mandiri di depan nya, jadi inilah kali pertama aku benar-benar singgah di tempat ini. Tak terlalu buruk untuk sebuah perkantoran salah satu BUMN di negri ini, suasananya masih lebih manusiawi dibanding di jalanan diluar sana. Beruntung, cuaca sedang tak panas, akhir-akhir ini memang mendung rajin memayungi kota, selain juga teduh pepohonan di sepanjang Jalan komplek perkantoran yang menjulang dan berwibawa. Ini adalah tujuan pertamaku di hari minggu sebelum berkeliling menikmati akhir pekan bersama Nia. Sebenarnya keperluanku ke sini bukan sengaja untuk jalan-jalan, tapi karena ada kondangan dari seorang kawan yang menikah kemarin. Satu kawan lagi jadi pengantin.

Meskipun hanya selalu mengharap,
aku ragu bila kamu tak teringat.
Gadis cantik kunanti-nanti,
jangan terus berjanji saja
aku sayang padamu

Pengantin, dalam bahasa Jawa menjadi penganten, atau sering disebut nganten saja untuk mempersingkat. Kata dasar penganten adalah anti, yang sering dihadirkan dalam bentuk predikat dalam kalimat sebagai ngénteni, dalam bahasa Indonesia berarti "menunggu" atau "menanti". Kata anti sendiri kemudian berubah menjadi kanti (ke-anti), yang berarti: dengan, secara, sabar, atau sempat (ora kanti = tak sabar, tak sempat menanti). Kata kanti ternyata juga mengalami metamorfosis menjadi nganti, yang berarti "hingga" atau "sampai". Dari sini, terlihat jelas benang merah yang mengikat hubungan antara kata-kata: pengantin, penganten, nganten, nganti, kanti, anti, ngenteni, penantian, dengan, secara, sabar, menanti, hingga, nanti, dan sampai. Aku jadi curiga dengan nama salah seorang sepupu, Hananti, bisa jadi masih ada hubungan dengan kata dasar anti. Dan bicara tentang nama, sebenarnya dari kata kanti juga melahirkan kata "kinanti", artinya "yang selalu dinanti", terdengar manis untuk nama anak.

Happy Wedding Awe, Barokallah
Kembali pada kata pengantin. Dari penarikan kata di atas, subjektifitasku menyimpulkan bahwa pengantin adalah sebuah hajat atas sampainya penantian, perayaan atas ketelatenan merawat proses, bahwa kedua hati telah benar-benar siap untuk bersama-sama memulai dunia baru. Menjadi pengantin berarti juga mengakhiri sebuah babak yang sekaligus menjadi awal babak baru dalam hidup. Meninggalkan segala riuh-rendah dan hingar-bingar masa lajang yang penuh ke-aku-an, menuju alam yang selayaknya khusyuk dengan laku prihatin, ujian, kegembiraan, dan tanggungjawab yang harus dibagi bersama. Tak bisa lagi seenaknya sendiri, karena sudah waktunya menundukkan ego yang dulu diberhalakan, segenap kerendahan hati saling menerima satu sama lain. Perlu keberanian dan tentunya kebijaksanaan menyiasati problematika yang pasti muncul setelahnya.

Seperti biasa dan selalu, bahwa doaku kali inipun sederhana: semoga saling membahagiakan sampai tutup usia.

[atas nama nikmatnya pempek palembang yang kucicip di pesta perkawinanmu kawan. Pekanbaru, 18 November 2013]
LihatTutupKomentar